Sebenar ini lanjutan berita dari sebelumnya dan di ambil dari
KOMPAS.COM
Surat edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai kewajiban publikasi karya
tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3
menimbulkan kebingungan di kalangan perguruan tinggi. Sejumlah pimpinan
universitas mempertanyakan kesiapan dan daya tampung jurnal ilmiah yang
ada, terutama yang telah terakreditasi. (Baca:
Surat Edaran Dikti Dinilai Membingungkan)
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh merespons, jika memang jumlah jurnal
dinilai kurang, maka perguruan tinggi diserukannya untuk membuat jurnal
ilmiah. Nuh mengatakan, tak sulit untuk membuat jurnal ilmiah yang
terakreditasi. Lalu, bagaimana caranya?
Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), Sri Hartinah, yang ditemui
Kompas.com,
Selasa (7/2/2012), mengutarakan proses yang harus dilalui dan
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengakreditasi sebuah jurnal
ilmiah. Jurnal ini tak terbatas yang dibuat oleh perguruan tinggi,
tetapi juga lembaga-lembaga penelitian.
Sri memaparkan,
setelah terdaftar resmi dan mendapatkan International Standar Serial
Number (ISSN), maka syarat selanjutnya yang harus dipenuhi adalah
menyesuaikan tata cara penulisan jurnal yang telah ditentukan.
Sebuah jurnal ilmiah, kata dia, baru akan diakreditasi ketika karya
ilmiah yang dimuat di dalamnya memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Mencantumkan abstraksi dan kata kunci dalam bahasa Inggris;
2. Menggunakan metodologi dan tata cara penulisan ilmiah yang sesuai.
"Jangan lupa menggunakan referensi penulisan dari jurnal internasional, di-
review oleh para pakar, dan minimal telah terbit selama tiga tahun berturut-turut," kata Sri, di Gedung LIPI, Jakarta.
Ia menambahkan, sah-sah saja sebuah karya ilmiah menggunakan buku
sebagai referensi tulisan. Tetapi, akan lebih baik jika sebuah karya
ilmiah menggunakan referensi dari banyak jurnal. Selain aktual, jurnal
juga menyajikan ilmu yang pandangannya lebih luas.
"Referensi memang sebaiknya dari jurnal. Dari buku boleh saja, tapi nilainya akan turun," ujarnya.
Pendaftaran jurnal dan ISSN
Untuk mendaftarkan sebuah jurnal dan mendapatkan ISSN, lembaga
penelitian atau pun perguruan tinggi harus melewati beberapa proses,
yaitu:
1. Membawa surat permohonan tertulis dari penerbit bahwa terbitan berkala;
2.
Membawa dua eksemplar terbitan pertama, atau dua lembar fotokopi
halaman sampul depan bila jurnal tersebut belum diterbitkan;
3. Menyertakan dua lembar fotokopi halaman daftar isi;
4. Menyertakan dua lembar fotokopi halaman dewan redaksi;
5.
Melampirkan data bibliografi lengkap yang mencakup keterangan mengenai
frekuensi terbit, tahun pertama terbit, bahasa yang digunakan, dan lain
sebagainya.
Masing-masing ISSN dikenakan biaya administrasi
sebesar Rp 200 ribu. Registrasi bisa dilakukan langsung di PDII LIPI,
atau mendaftar secara
online melalui
http://issn.pdii.lipi.go.id. Adapun, persyaratan serta bukti transfer biaya ISSN melalui surat atau fax.
ISSN adalah kode yang dipakai secara internasional untuk terbitan
berkala, dan diberikan oleh International Serial Data System (ISDS) yang
berkedudukan di Paris, Perancis. Dengan mendapatkan ISSN, akan
memudahkan untuk mengidentifikasi beberapa terbitan yang memiliki judul
sama karena satu ISSN hanya diberikan untuk satu judul terbitan
berkala. ISSN juga mempermudah pengelolaan administrasi dalam hal
pemesanan terbitan berkala. Sebab, pemesanan cukup hanya menyebutkan
ISSN dari terbitan berkala itu.
"Bagi jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, ISSN merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi," kata Sri.
Alhamdulillah di Kampus saya sudah ada ISSN-nya :)