Senin, 20 Desember 2010
Rabu, 15 Desember 2010
Cara “Gila” Membangun Indonesia: Pengalaman dari Tolikara Pak Kun and colleagues
Kisahnya dimulai dengan seorang “gila” bernama Yohanes Surya, pendiri Surya Institute dan salah satu aktivis olimpiade science dunia, yang telah sukses mempromosikan banyak anak Indonesia ke ajang olimpiade science dunia, memprakarsai dilaksanakannya Olimpiade Astronomi Asia Pacific (APAO) di Indonesia. Program ini ditawarkan ke berbagai pemda di Indonesia, namun tidak ada yang tertarik. Hingga suatu hari …
Yohanes Surya ketemu dengan seorang “gila” lainnya bernama John Tabo, orang Papua, Bupati Tolikara, pegunungan tengah Papua, kabupaten baru yang terisolir dan hanya bisa dicapai dengan naik pesawat kecil dari Jayapura ke Wamena disambung berkendaraan off-road selama 4 jam, daerah dimana laki-laki tanpa celana dan perempuan tanpa penutup dada, ditemukan dimana-mana. John Tabo, tanpa diduga, bersedia menjadi sponsor pelaksanaan APAO di Indonesia, selain menjadi tuan rumah, dia juga mendanai seluruh biaya persiapan tim olimpiade Indonesia yang datang dari berbagai daerah di Indonesia termasuk dari Papua, selama 1 tahun. John Tabo membangun tempat khusus (hotel) untuk menjadi venue olimpiade ini. Orang yang berfikir normal pasti bilang, untuk apa John gila ini urusin Olimpiade astronomi seperti ini? bukankah masih banyak persoalan internal kabupaten yang harus dia selesaikan? mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagai infrastruktur dasar? Cari kerjaan dan masalah saja!
John Tabo melakukan terobosan “gila”. Dana diambil dari APBD, mau dari mana lagi? Dia tidak takut BPK atau BPKP yang akan menilainya salah prosedur. Untuk John Tabo, membangun adalah untuk rakyat, jangan dibatasi oleh hal-hal administratif. Yang penting misi dia untuk membangun SDM Tolikara yang mendunia dapat tercapai, dan itu “breakthrough” untuk mengatasi kemiskinan Tolikara, tidak perlu menunggu sampai infrastruktur jalan akses terbuka.
Dikumpulkanlah 15 anak Indonesia sejak februari 2010 di Karawaci untuk, kesemuanya “gila”. 8 dari 15 anak tersebut direkrut dari SMP/SMU Tolikara, yang semuanya memiliki kemampuan matematika yang rendah, menyelesaikan soal matematika tingkat kelas 4 SD saja tidak mampu. Bahkan ada yang namanya Eko, ketika ditanya 1/5 + 1/2, langsung dijawab 1/7! Seorang anak dari Kalimantan Tengah, malah tidak diijinkan kepala sekolah dan gurunya untuk mengikuti persiapan olimpiade ini. Guru-gurunya mengatakan bahwa apa yang akan dia ikuti itu sia-sia saja. Dia melawan ini dan lari dari sekolah!
Ke-15 anak ini dilatih oleh pelatih2 “gila”, yang tidak bosan dan kesal melatih anak-anak ini. Dalam 10 bulan ke-8 anak Tolikara ini mampu mengerjakan problem matematika paling sulit yang diajarkan pada tingkat terakhir SMA atau tingkat awal universitas.
Pendekatan mengajarnya juga “gila”. Astronomi adalah kumpulan dari berbagai ilmu science: matematika, fisika, kimia dan biologi menjadi satu mempelajari fenomena jagad raya.
Ini juga ilmu gila. Bayangkan seorang anak seperti Eko dari pedalaman Tolikara dapat menjadi salah seorang anak terpandai dibidang astronomi didunia hanya dalam waktu 10 bulan??!!
Dalam percakapan hati ke hati dengan 15 orang anak, semalam sebelum pengumuman, tidak kurang 7 orang anak terharu menangis, melihat begitu besarnya perhatian pemerintah RI kepada mereka, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan dari pemerintah di Jakarta selama 10 bulan mereka di godok di Karawaci. Datang dan duduk bersama dengan mereka, ternyata lebih dari segalanya bagi anak-anak ini. Anak-anak Tolikara begitu terharu, menangis terisak, melihat ada orang Jakarta mau datang melihat mereka di Tolikara.
Apa hasil dari semua kegilaan ini? Selain perolehan medali-medali diatas:
- Indonesia dikenal lewat Tolikara! Tolikara, meskipun tidak dikenal Indonesia, namun telah membuktikan kepada dunia bahwa dari tempat yang sedikit sekali dijamah pembangunan, bisa lahir juara-juara olimpiade science, yang akan mengharumkan nama Indonesia ditingkat dunia,
- Tolikara mulai membenahi sumber daya manusianya menuju SDM berkualitas dunia. Hasil olimpiade ini telah memotivasi semua anak Tolikara bahwa keterbatasan fisik dan fasilitas bukanlah halangan bagi anak Tolikara untuk menjadi SDM terbaik dunia. 8 anak Tolikara yang bersaing ditingkat dunia menjadi saksi hidup bahwa SDM Tolikara dapat bersaing ditingkat dunia.
- Tolikara membuktikan bahwa mereka dapat membangun “lebih cepat” jika cara berfikir “gila” ini diterapkan. Hanya dengan cara gila seperti ini pembangunan Papua dapat dipercepat.
- Kita perlu “A Tolikara Approach” untuk sebuah percepatan pembangunan Papua!
Pesan moral dari kisah ini: jadilah orang gila untuk membangun Indonesia lebih baik! Never underestimate things! Dari seorang anak SMP yang tidak pernah diperhitungkan dipelosok Tolikara, kita dapat belajar untuk berbuat yang terbaik bagi Indonesia dan dunia.
Artikel yang bagus ini saya ambil dari http://edukasi.kompasiana.com dan hasil Forward by milis. <ratih@poeradisastra.e-family.web.id>
Penerimaan Mahasiswa IKATAN KERJA PLN
KABAR GEMBIRA UNTUK PUTRA PUTRI TERBAIK INDONESIA! “The Future of Energy is Electricity” Be a Global Energy and Industry’s Expert Leaders...
-
Saat ini Dosen dan Mahasiswa banya di tuntut untuk menulis jurnal terkadang kita susah untuk mendapatkan literatur atau membuat Bibliograph...
-
Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya (Teka Teki ) : Imam Ghazali : "Apakah yang paling de...